PENDIDIKAN SELAMA PENJAJAHAN
BELANDA
Pendidikan selama
penjajahan Belanda dapat dipetakan
kedalam 2 (dua) periode besar, yaitu pada masa VOC (Vereenigde Oost-indische
Compagnie) dan masa pemerintah Hindia Belanda (Nederlands Indie). pada masa
VOC, yang merupakan sebuah kongsi (perusahaan) dagang, kondisi pendidikan di
Indonesia dapat dikatakan tidak lepas dari maksud dan kepentingan komersial.
Zaman VOC (Kompeni)
Pada permulaan abad
ke 16 hampir se abad sebelum kedatangan belanda, pedagang portugis menetap di
bagian timur Indonesia tempat rempah-rempah itu di hasilkan. Biasanya mereka
didampingi oleh misionaris yang memasukkan penduduk kedalam agama katolik yang
paling berhasil tiantara mereka adalah Ordo Jesuit di bawah pimpinan
Feranciscus Xaverius. Xaverius memandang pendidikan sebagai alat yang ampuh
untuk penyebaran agama. Seminari dibuka di ternate, kemudian di solor dan
pendidikan agama yang lebih tinggi dapat diperoleh di Goa, India, pusat
kekuasaan portugis saat itu. Bahasa portugis hamper sama populernya dengan
bahasa melayu, kedudukan yang tak kunjung di capai oleh bahasa Belanda dalam
waktu 350 tahun penjajahan kekuasaan portugis melemah akibat peperangan denngan
raja-raja Indonesia dan akhirnya dilenyapkan oleh belanda pada tahun 1605.
Zaman Pemerintahan Belanda
Setelah VOC
Setelah VOC
dibubarkan, para Gubernur/ komisaris jendral harus memulai system pendidikan
dari dasarnya, karena pendidikan zaman VOC berakhir dengan kegagalan total.
Pemerintahan baru yang diresapi oleh ide-ide liberal aliran aufklarung atau
Enlightenment menaruh kepercayaan akan pendidikan sebagai alat untuk mencapai
kemajuan ekonomi dan social. Pada tahun 1808 Deandels seorang Gubernur Belanda
mendapat perintah Raja Lodewijk untuk meringankan nasib rakyat jelata dan
orang-orang pribumi poetra, serta melenyapkan perdagangan budak. Usaha Deandels
tersebut tidak berhasil, bahkan menambah penderitaan rakyat, karena ia
mengadakan dan mewajibkan kerja paksa (rodi).
Didalam lapangan
pendidikan Deandels memerintahkan kepada Bupati-bupati di Pulau Jawa agar
mendirikan sekolah atasa uasaha biaya sendiri untuk mendidik anak-anak mematuhi
adat dan kebiasaan sendiri. Kemidian Deandels mendirikan sekolah Bidan di
Jakarta dan sekolah ronggeng di Cirebon. Kemudian Pada masa (interregnum
inggris) pemerintahan Inggris (1811-1816) tidak membawa perubahan dalam masalah
pendidikan walaupun Sir Stamford Raffles seorang ahli negara yang cemerlang. Ia
lebih memperhatikan perkembanagan ilmu pengetahuan, sedangkan pengajaran rakyat
dibiarkan sama sekali. Ia menulis buku History of Java.
Tahun 1826 lapangan
pendidikan dan pengajaran terganganggu oleh adanyan usaha-usaha penghematan.
Sekolah-sekolah yang ada hanya bagi
anak-anak Indonesia yang memeluk agama Nasrani. Alsannya adalah karena adanya
kesulitan financial yang berat yang dihadapi orang Belanda sebagai akibat
perang Diponegoro (1825-1830) yang mahal dan menelan banyak korban seerta
peperangan antara Belanda dan Belgia (1830-1839).
Pada tahun 1893
timbullah differensiasi pengajaran bumi putera. Hal ini disebabkan:
a. Hasil sekolah-sekolah bumi putra
kurang memuaskan pemerintah colonial. Hal ini terutama sekali desebabkan karena
isi rencana pelaksanaannya terlalu padat.
b. Dikalangan pemerintah mulai timbul
perhatian pada rakyat jelata. Mereka insyaf bahwa yang harus mendapat pengjaran
itu bukan hanya lapisan atas saja.
c. Adanya kenyataan bahwa masyarakat
Indonesia mempunyai kedua kebutuhan dilapangan pendidikan yaitu lapisan atas
dan lapisan bawah.
source : http://makalahzaki.blogspot.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar